Artikel Rumah Susun (28/9/2007)
Kilasan
saat ini adalah perihal Latar Belakang adanya bangunan bertingkat,
serta Sistem kepemilikan individual pada rumah susun.
A. Latar Belakang adanya bangunan bertingkat.
Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan utama/primer yang
harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya dapat
dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih jauh adalah proses
bermukim manusia dalam rangka menciptakan suatu tatanan hidup untuk
masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. Pengaturan perihal
perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh GBHN (Garis
Besar Haluan Negara) yang telah menekankan pentingnya untuk
meningkatkan dan memperluas adanya pemukiman dan perumahan yang layak
baik seluruh masyarakat dan karenanya dapat terjangkau seluruh
masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah.
Untuk selanjutnya dalam rangka untuk peningkatan daya guna dan hasil
guna tanah bagi pembangunan perumahan dan pemukiman, serta meningkatkan
efektifikas dalam penggunaan tanah terutama pada lingkungan/daerah
yang padat penduduknya, maka perlu dilakukan penataan atas tanah
sehingga pemanfaatan dari tanah betul-betul dapat dirasakan oleh
masyarakat banyak. Berkaitan dengan hal tersebut, maka mulai
terpikirkan untuk melakukan pembangunan suatu bangunan yang digunakan
untuk hunian untuk kemudian atas bangunan dimaksud dapat digunakan
secara bersama-sama dengan masyarakat lainnya, sehingga terbentuklah
adanya rumah susun.
Pembangunan rumah susun adalah suatu cara yang jitu untuk memecahkan
masalah kebutuhan dari pemukiman dan perumahan pada lokasi yang padat,
terutama pada daerah perkotaan yang jumlah penduduk selalu meningkat,
sedangkan tanah kian lama kian terbatas. Pembangunan rumah susun
tentunya juga dapat mengakibatkan terbukanya ruang kota sehingga
menjadi lebih lega dan dalam hal ini juga membantu adanya peremajaan
dari kota, sehingga makin hari maka daerah kumuh berkurang dan
selanjutnya menjadi daerah yang rapih,bersih, dan teratur. Peremajaan
kota telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 5
Tahun 1990, tentang peremajaan pemukiman kumuh yang berada di atas
tanah negara. Menindaklanjuti dari Instruksi Presiden tersebut, maka
pada tanggal 7 Januari 1993, telah diterbitkan adanya surat edaran
dengan Nomor: 04/SE/M/1/1993, yang menginstruksikan kepada seluruh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepada Daerah
Tingkat II untuk melaksanakan pedoman umum penanganan terpadu atas
perumahan dan pemukinan kumuh, yang antara lain dilakukan dengan
peremajaan dan pembangunan rumah susun.
Konsep pembangunan yang dilakukan atas rumah susun yaitu dengan
bangunan bertingkat, yang dapat dihuni bersama, dimana satuan-satuan
dari unit dalam bangunan dimaksud dapat dimiliki secara terpisah yang
dibangun baik secara horizontal maupun secara vertikal. Pembangunan
perumahan yang demikian itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Landasan Hukum dari Pembangunan Rumah Susun adalah dengan adanya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, tentang Rumah Susun, yang telah
memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan pembangunan rumah susun
di Indonesia, serta adanya tiga peraturan Menteri Dalam Negeri yaitu
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1975, tentang pendaftaran
hak-hak atas tanah kepunyaan bersama dan pemilikan bagian-bagian
bangunan yang ada di atasnya serta penerbitan sertifikatnya, Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1977 tentang penyelanggaraan tata
usaha pendaftaran tanah mengenai hak atas tanah yang dipunyai bersama
dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya, serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983,tentang tata cara
permohonan dan pemberian izin penerbitan sertifikat hak atas tanah
kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan secara terpisah
bagian-bagian pada bangunan bertingkat.
Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut telah memberikan landasan hukum
untuk dapat memiliki secara individu atas bagian-bagian dari bangunan
di atas tanah yang dimiliki bersama sebelum diterbitkannya
Undang-undang rumah susun.
Selain ketentuan di atas ada ketentuan lain yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 4 Tahun 1988, tentang rumah susun yang telah diundangkan pada
tanggal 26 April 1988.
B. Sistem kepemilikan individual pada rumah susun.
Sistem bangunan/gedung bertingkat yang ruang-ruangnya dapat dipakai
secara individual sudah lama dikenal dan dilaksanakan di berbagai
kota-kota besar di Indonesia, di mana pemegang hak atas tanah tersebut
adalah sekaligus merupakan pemilik gedung. Awalnya hanyalah ada
hubungan sewa menyewa antara pemilik tanah dan sekaligus pemilik
bangunan dengan para pemakai dari ruang-ruang dalam bangunan/gedung
bertingkat tersebut.
Dengan adanya Undang-undang Rumah Susun telah memperkenalkan untuk
kemudian menjalankan adanya lembaga kepemilikan baru sebagai hak
kebendaanm yaitu adanya hak milik satuan atas rumah susun (HMSRS) yang
terdiri dari hak perorangan atas unit satuan rumah susun dan hak atas
tanah bersama, atas benda bersama, serta atas bagian bersama, yang
kesemuannya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
satuan-satuan yang bersangkutan.
Konsep dasar yang melandasari dari HMSRS adalah berpangkal dari teori
tentang kepemilikan atas suatu benda, bahwa benda/bangunan dapat
dimiliki oleh seseorang, dua orang, atau bahkan lebih, yang dikenal
dengan istilah pemilikan bersama.
Pemilikan bersama atas suatu benda/bangunan pada intinya dikenal adanya
dua macam kepemilikan yaitu kepemilikan bersama yang terikat dan
kepemilikan bersama yang bebas.
Pemilikan bersama yang terikat yaitu adanya ikatan hukum yang terlebih
dahulu ada di antara para pemilik benda bersama, misalnya pemilikan
bersama yang terdapat pada harta perkawinan. Para pemilik bersama tidak
dapat secara bebas melakukan pemindahan haknya kepada orang lain tanpa
adanya persetujuan dari pihak lainnya, atau selama suami dan isteri
masih dalam ikatan perkawinan tidak memungkinkan untuk melakukan
pembagian ataupun pemisahan harta perkawinan (kecuali adanya perjanjian
kawin).
Pemilikan bersama yang bebas adalah dimaksudkan bahwa setiap para
pemilik bersama tidak terdapat ikatan hukum terlebih dahulu, selain dari
hak bersama menjadi pemilik dari suatu benda. Sehingga dalam hal ini
adanya kehendak secara bersama-sama untuk menjadi pemilik atas suatu
benda yang untuk digunakan secara bersama-sama. Bentuk kepemilikan
bebas inilah yang di sebut dan dikenal dengan kondominium.
Sesuai dengan konsep tersebut maka, Undang-undang Rumah Susun telah
merumuskan jenis pemilikan perorangan dan pemilikan bersama dalam suatu
kesatuan jenis pemilikan yang baru yang disebut dengan Hak Milik Atas
Satuan Rumah susun yang pengertiaannya adalah hak pemilikan perseorangan
atas satuan (unit) rumah susun, meliputi hak bersama atas bangunan,
benda dan tanah.
Demikian paparan dalam edisi ini, untuk edisi selanjutnya akan
diuraikan perihal berbagai pengertian dalam sistem rumah susun. Terima
kasih. Wassalam.
Ira Sudjono.